KATEGORI

Selamat Datang Di Annime (blog yang Berisi informasi Aneh,Unik,menarik(Annime)Postingan Terbaru dari Annime :Monumen Thomas Parr Bengkulu,Mad Gasser of Mattoon, Misteri Orang Gila Penyebar Gas dari Mattoon,Merayakan Valentine Tanpa Kekasih Ayam Ini Tetap hidup Meski Terkurung Di Dalam Freezer Selama Dua Hari,Pantai-Pantai Unik, dari Bebatuan Kaca Hingga Pasir Pink,Buffon Dapat Tawaran Bintangi Film Porno.(Annime)Semoga Bermanfaat dan jangan Lupa follow dan tinggalkan komentarnya(Annime)

17 Apr 2012

Menilik Masalah Pekerja Sosial




Resensi, Seputar Indonesia, Minggu, 11 March 2012

Permasalahan sosial sekarang ini makin luas dan kompleks.Meski demikian, masalah tersebut tidak mudah ditelusuri faktor penyebab dan dampaknya dalam konteks ruang dan waktu.

Termasuk di dalamnya antara lain masalah ketertiban, kedamaian, ketenteraman, kesejahteraan, dan kebahagiaan hidup bersama. Permasalahan tersebut, seperti ketergantungannarkoba, korbanperdagangan manusia,tindakan kekerasan dalam keluarga,prostitusi,pengemisan, peningkatan tindak kejahatan, dan jumlah narapidana, semuanya memerlukantanggapan program dan lembaga pelayanan rehabilitasi sosial, re-sosialisasi, dan terintegrasi.

Kondisi demikian tentu saja memerlukan tenaga pekerjaan sosial profesional. Ironisnya, sistem pendidikan pekerjaan sosial di Indonesia kurang memadai. Proses pendidikan pekerjaan sosial di Indonesia ibarat pelatihan pengemudi yang hanya diberi pengetahuan tentang bagaimana mengemudikan mobil, peraturan lalu lintas, dan adab mengemudi di jalan raya.

Namun, tidak pernah diberi peluang untuk memegang kemudi dan praktik mengemudikan mobil di jalan raya sehingga jelas tidak akan mampu menjadi pengemudi, apalagi pengemudi profesional. Para pengajar jurusan sekolah tinggi kesejahteraan sosial/ pekerjaan sosial seperti para pengajar disiplin lainnya berlomba mengejar kompetensi guru besar. Mereka berlomba menempuh pendidikan S-3 dalam bidang lain, bukan guru besar pekerjaan sosial.

Dengan begitu, tidak ada guru besar pekerjaan sosial––kalaupun ada adalah guru besar resmi, tidak memiliki keandalan profesional pekerjaan sosial. Agar para pekerja sosial mampu menjalankan tugas dan fungsinya secara efektif sebagai pekerja sosial profesional, sistem pendidikan pekerjaan sosial perlu direorganisasi secara mendasar. Reorganisasi bisa mencakup kurikulum, proses pendidikan, tenaga pengajar, pembimbing praktik lapangan, perpustakaan, buku teks, ataupun laboratorium lapangan pekerjaan sosial tempat para mahasiswa melakukan praktik lapangan.

Merumuskan pendidikan spesialisasi pekerjaan sosial berdasarkan metode sama dengan mendidik pemburu untuk menguasai penggunaan satu senjata (senapan) secara piawai dan bisa digunakan untuk memburu berbagai binatang hutan. Sedangkan mendesain spesialisasi pekerjaan sosial berdasarkan sasaran sama dengan mengajarkan pemburu untuk menguasai segala macam senjata (senapan, tombak, panah, dan sebaginya),namun hanya bisa digunakan untuk memburu harimau atau kijang.

Kelebihan yang segera tampak dari pendekatan yang pertama adalah para pemburu akan sangat ahli menggunakan satu senjata secara spesifik.Mereka juga tidak perlu khawatir jika suatu saat harimau atau kijang punahdihutanitu.Merekamasih dapat meng-gunakan senjata yang dikuasainya untuk memburu binatang lain. Kelemahan pada pendekatan kedua adalah selain para pemburu cenderung kurang menguasai senjata secara mahir (karena diajarkan terlalu banyak senjata).

Para pemburu akan menganggur manakala suatu saat harimau atau kijang punah di hutan itu. Mereka juga pasti resah manakala dipindahkan ke hutan lainnya yang binatangnya tidak sesuai dengan target buruannya. Menerapkan pendekatan generalis pada pendidikan pekerjaan sosial tingkat sarjana sangat pas sesuai dengan perspektif ekosistem.

Namun,menerapkan pendekatan generalis pada pendidikan pekerjaan sosial tingkat pascasarjana dan spesialis hanya akan membuat pekerjaan sosial menjadi tidak spesial (halaman 82-83). Kekeliruan paradigmatis ini setidaknya terjadi dan dapat dilihat dengan masih ada pendidikan pekerjaan sosial yang ada di Indonesia, dengan mengembangkan kurikulumkurikulum yang masih berorientasi pada praktik pekerjaan sosial di aras mikro. 

Benni Setiawan
Alumnus Program Pascasarjana
UIN Sunan Kalijaga,Yogyakarta

Sumber

1 komentar:

geng kopo mengatakan...

apa yan dijelaskan melalui resensi di atas sangat mewakili keresahan, terutama mahasiswa yang akan menapak kehidupan dg status dan peran sebagai pekerja sosial. tetapi apapun modelnya, masalah sosial tidaklah dapat dianalogikan seperti pemburu dan binatang, karena manusia adalah makhkluk sempurna, dia berakal, yang tidak dipunyai hewan...terlalu naif menganalogikan peksos dengan pemburu he he yang jelas, mahasiswa harus banyak menimba teori dan praktek. Teori di perkuliahan, praktek di masyarakat. Pemilahan hanyalah sekedar memudahkan analisis saja. pilihan penanganan kasus, lebih merupakan pilihan. oke?

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...